Makna Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan jatuh pada hari Sabtu, Kliwon, Wuku Kuningan. Hari raya Kuningan datangnya sepuluh hari setelah hari raya Galungan. Pada hari ini umat melakukan pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin.

Pada hari ini diyakini para Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi hanya sampai tengah hari saja, sehingga pelaksanaan upacara dan persembahyangan Hari Kuningan hanya sampai tengah hari saja. Sesajen untuk Hari Kuningan yang dihaturkan di palinggih utama yaitu tebog, canang meraka, pasucian, canang burat wangi.

Di palinggih yang lebih kecil yaitu nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi. Di kamar suci (tempat membuat sesajen/paruman) menghaturkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging bebek.

Di palinggih semua bangunan (pelangkiran) diisi gantung-gantungan, tamiang, dan kolem. Untuk setiap rumah tangga membuat dapetan, berisi sesayut prayascita luwih nasi kuning dengan lauk daging bebek (atau ayam). Tebog berisi nasi kuning, lauk-pauk ikan laut, telur dadar, dan wayang-wayangan dari bahan pepaya (atau timun). Tebog tersebut memaki dasar taledan yang berisi ketupat nasi 2 buah, sampiannya disebut kepet-kepetan. Jika tidak bisa membuat tebog, bisa diganti dengan piring.

Sesayut Prayascita Luwih : dasarnya kulit sesayut, berisi tulung agung (alasnya berupa tamas) atasnya seperti cili. Bagian tengahnya diisi nasi, lauk-pauk, di atasnya diisi tumpeng yang ditancapkan bunga teratai putih, kelilingi dengan nasi kecil-kecil sebanyak 11 buah, tulung kecil 11 buah, peras kecil, pesucian, panyeneng, ketupat kukur 11 buah, ketupat gelatik, 11 tulung kecil, kewangen 11 pasucian, panyeneng, buah kelapa gading yang muda (bungkak), lis bebuu, sampian nagasari, canang burat wangi berisi aneka kue dan buah. Sesajen ini dapat juga dipakai untuk sesajen Odalan, Dewa Yadnya, Resi Yadnya dan Manusa Yadnya.

Beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kita.

Jadi inti dari makna hari raya kuningan adalah memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pitara. (Sumber:Parisada Hindu Dharma Indonesia)
Read more......

Galungan & Kuningan

Riwayat Galungan.
Diperkirakan Galungan sudah ada pada abad ke XI, berdasarkan antara lain Kidung Panji Malat Rasmi dan Pararaton. Di India perayaan semacam ini juga ada yang dinamakan Çradha Wijaya Daçami.
Mitologinya.
Galungan disebut dalam usana Bali berupa ceritera peperangan Mayadenawa dengan Batara Indra. Dalam lontar Jayakasunu, yang menurut pewarah- warah Batari Durga kepada Sri Jayakasunu.
Filsafatnya.
Filsafat Galungan berpusat pada pergulatan Dharma melawan Adharma dengan kemenangan di pihak Dharma.

Kegiatan pelaksanaan Upacara Galungan (selama 42 hari).
Permulaan persiapan upacara Galungan dan akhir upacara Galungan. Dimulai pada Tumpek Wariga s/ d. Budha Keliwon Pahang (Pegat Wakan/ Pegat Warah).
Adapun perinciannya sebagai berikut:
Tumpek Wariga
Prakerti ring Sang Hyang Sangkara, dewanya tumbuh- tumbuhan.
Tujuannya: Memberitahu agar tumbuh- tumbuhan berbuah lebat.
Mantranya:
Kaki- kaki tiang mepengarah malih 25 dina Galungan, mabuah apang nged, nged, nged, nged.
Coma paing Warigadian.
Puja wali Bhatara Brahma
Ngaturang aci ring Paibon memohon keselamatan diri.
Wraspati Wage Sungsang Kembali 1 langkahKembali ke atas

Sugihan Jawa
Penyucian Bhuwana Agung, Pemretistan ring Bhatara Kabeh prakertinya arerebu ring Sanggah, muang ring Pemerajan kunang. Dulurin pengeraratan muang pengereresikan Bhatara saha puspa wangi.
Tujuan : Menyetanakan (ngadegang) Dewa dan Pitara.
Upacara : Penyucian semua alat- alat untuk hari Galungan.
Sukra Keliwon Sungsang Kembali 1 langkahKembali ke atas

Sugihan Bali
Penyucian Bhuwana Alit.
Maksudnya : membersihkan diri methirta Gocara.
Redite Paing Dungulan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Panyekeban
Turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa, berwujud Bhuta Galungan.
Tujuannya : Waktu itu para Wiku dan Widnyana anyekung Jnana sudha nirmala (waspada menjaga kesucian).
Prakteknya : Pada hari ini waktu memeram pisang, tapai dan sebagainya.
Soma Pon Dungulan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Penyajaan (Jaja = Dada)
Tujuannya : Pengastwahyaning sang ngamong yoga semadi, (membuktikan kesungguhan yang melakukan yoga semadi), menghadapi godaan Sang Kala Tiga.
Anggara Wage Dungulan Kembali 1 langkahKembali ke atas

Penampahan = nampa
Upacara:

* Bhuta Yadnya ring catur pata, dan di halaman rumah.
* Memberi Pasupati pada senjata- senjata.

Tujuan: Jaya prakoseng perang (jaya dari godaan Sang Kala Tiga).
Budha Keliwon Dungulan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Galungan
Puncak Upacara : Menghaturkan saji di semua tempat- tempat dan alat- alat.
Tujuannya - . Memusatkan pikiran kepada kesucian dengan melepaskan segala keragu- raguan.
Saniscara Pon Dungulan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Pemaridan Guru, nyurud tumpeng Guru
Upacara : Methirta Gocara
Redite Wage Kuningan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Ulihan = oleh- oleh
Maksudnya : Kembalinya Dewa dan Pitara dengan disuguhkan oleh- oleh berupa rempah- rempah urutan, beras, dan sebagainya
Coma Keliwon Kuningan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Pemacekan Agung
Upacara : Pesegehan Agung ring Dengen, dengan menyembelih ayam sumalulung.
Tujuannya: Mengembalikan Sang Bhuta Galungan beserta pengikutnya.
Catatan: Hari ini merupakan tonggak batas antara permulaan dan berakhirnya kegiatan Galungan (30 hari ke muka dan 30 hari ke belakang), yang dimulai dari Tumpek Wariga dan berlaku sampai Budha Keliwon Pahang
Budha Paing Kuningan Kembali 1 langkahKembali ke atas

Puja Wali Bhatara Wisnu.
Mempersembahkan aci ring Paibon
Sukra Wage Kuningan Kembali 1 langkahKembali ke atas
Penampahan
Persiapan untuk menghadapi hari Kuningan dengan melenyapkan pikiran- pikiran kotor
Upacara: tidak ada
Saniscara Keliwon Kuningan Kembali 1 langkahKembali ke atas

Kuningan
Turunnya Dewa, Pitara bersuci- suci, serta mukti sajen- sajen.
Pelaksanaan : Diaturkan sebelum tengah hari.
Pemasangan tamiang kolem merupakan parada prakoseng perang (simbul kemenangan Dharma
terhadap Adharma).
Nasi Kuning (tebog) dengan hiasan- hiasan yang serba kuning adalah simbul bakti lawan asih.
Budha Kliwon Pahang Kembali 1 langkahKembali ke atas

Pegat Wakan / Pegat Warah

1. Adalah akhir daripada melakukan tapa brata.
2. Akhir pelaksanaan kegiatan Galungan pewarah Bhatara Durgha kepada Sri Jayakasunu (Lontar Jayakusuma).
3. Juga warah Sang Hyang Suksma Licin kepada para Pendeta (Lontar Sundarigama).
Read more......

Ceremony meaning Ngusaba Dangsil

VILLAGE Indigenous Bungaya, one of the old village in Bali, the Village and Village Bungaya Bungaya Kangin. This traditional village consists of 13 custom banjo with a population of 15,000 people and 3021 n KK. Bungaya village is an old village that was once the reign of King Gelgel (Dalem Waturenggong), at which time the revolt Maruti, I Gusti Batan Jeruk has been slain in the village that is in Jungutan Bungaya / Upgrading in the 16th century is contained in the Babad Dalem.

In its development until the reign of Dalem Gelgel Dimade, has been confirmed I Gusti Ngurah Alit Bungaya descendant Prince Asak / Aryan Kepakisan as pemacek Bungaya Village in the 18th century. This is evidenced by the provision of 40 units Supreme besin tumbak yellowish red and 40 keris iluk pelaba Bungaya as well as fields and as many as 108 Saih (without pipil) for the cost of the ceremony (ACI) as Usaba Dalem, Usaba Aya, Puseh Usaba at Temple, Great Hall, etc.. Desa Adat Bungaya aging can be seen from the order of life customs are very attached to the present, which can be seen from several factors, namely, the existence of heritage in the form of an instrument or can be called palinggih Selonding Batara Ida Bagus Selonding and it recalls the era of King Bali's kingdom more or less the 10th century that the government of Sri Wira Dalem Kesari with Pemerajan Selondingnya at Besakih.

The structure of the management arrangement of the traditional village, still like the old villages such as the Village of Writing and others, using the term De Kebayan, De One, De Mantem, etc.. Stewardship of the appointment procedure starts from the Desa Adat Bungaya nerag sinoman teben term. Where in nerag sinoman using speech: Cai Tamyu Teka Uli Majapahit to Bali Pakitut Down Village, Yan-uduhan There Uduh tulak Cai Da Village and one of them becomes goak kesinoman.

After a delay that is so goak Nyoman Defer, Defer Wayan and is authorized nguduh (ordered) kesinoman teben. After the delay became so erect that is assigned to conduct pengalangan Sahat (ngerampag) for usaba needs. After the Sabbath becomes erect upright Adasa and one of which was taken into goak first and became Baan. Baan nguduh position is authorized. After Baan done Pesaluk then be Kebayan Nyoman Nyoman and after Kebayan Pesaluk then be Kebayan Wayan again. De Kebayan Wayan occupies a special place (sit-red) in the Great Hall.

If the seat De Kebayan Wayan ngarep / ngarepin Usaba or to Kaja Puseh into place Pura De De Kabayan Wayan One and a seat ngarep / ngarepin Usaba Kelod (to teben) or to the Pura Dalem becomes De Manten with different clothes and tasks. If the position of wearing apparel (saput) called Uyah areng and served a Mangku Puseh or complete the ceremony upriver. While office wear or saput Manten called Count Jackfruit and served a Sedahan Dalem (presiding over the ceremony at Pura Dalem), Pura Maspahit and authorized to complete the ceremony teben.

Bungaya village has historical ties with other villages. Village Sibetan reinforced with Usaba Bangkak Puranas. Pura Bukit Kangin penyungsungan King of Karangasem. Village Asak, Timbrah, Bugbug, Tenganan and Tenganan Dauh Tukad, Kastala, Bebandem, Wood White, Tihingan, Macang, Gumung, Ungseri Batudawa Village District and Kubu at Usaba Aya who participated carrying or lifting Dangsil to Penataran.


Conception and Materuna Madeha ceremony that can be done at Usaba Aya, meaning usaba is one vehicle for the initial printing of the traditional village on the management structure from Madeha and Materuna. Order dressing on the village in accordance with the provisions Pakraman (Sukerta) local indigenous villages. Traditional villages categorized Bungaya old village, this village can be seen from the obligation to carry out some kind usaba that are not owned by any other old villages. Each implementation usaba has significance for the world and society towards prosperity. The types usaba undertaken during the year include Sasih Kasa / Srawana, implement pengaci-leveling compound to pelaba temple in the village of Uman.

Sasih Karo / Badrawada, implement Usaba Aya / Usaba Gede / Usaba Dangsil. Aya says the same as big or large by means of using Dangsil. Usaba can not be implemented routinely because it requires considerable cost. Besides Usaba Aya also held alternately Usaba Series. Third sasih / Asuji, aci-aci implement in Beji Saga, Ulun Suwi and implement Usaba Emping / € Eri (Purana Village Bungaya).

Sasih Kapat / Kartika, implement pengaci-aci at Besakih temple for one day and the ceremony Pesaluk Village to a position of village structures. Sasih Fifth / Margasirsa, Ida Batara kabeh katuwur to Pura Bukit Kangin Karangasem penyungsungan King for a day. Sasih Kanem / Posya, implement pengaci-aci at Temple Kelebutan Puseh (Purah Kaliyangan) for one day.

Sasih Kepitu / Magha implement pengaci-leveling compound or Usaba Muhun-muhun (Purana Village Bungaya) at Temple Pamuhunan for one day. Beginning with Pawongan Ngaga in each yard. Sasih Kawulu / Palguna perform ceremonies ngetipat Kawulu (ngesanga custom), activity in sasih Kesanga Usaba Dalem.

Sasih Kesanga / Cetra implement pengaci-aci at Pura Dalem / Usaba Dalem. Sasih Kedasa / Wesaka and sasih Jyesta / Ukrama no traditional village activities, and this provided an opportunity for the public manners to perform ceremonies, Manusa Yadnya, pitra Yadnya etc.. because at times traditional village above activities, public manners do not dare hold the ceremony pitra Yadnya, blind and Manusa Yadnya Yadnya. Sasih Sada / Andha, carry-aci pengaci Usaba Widya / Usaba axis at Temple Pasuwikan, Ulun Suwi, Pura Pura Puseh and the Great Hall.

Usaba Aya is one of the aci held at Desa Adat Bungaya with its own style and characteristics of the tiadataranya when compared with other villages. In fact, it is very difficult to find (only one). Usaba Aya is more popularly called Usaba Dangsil because in its execution by means of a form dangsil upakara.

The ceremony is often referred to by the community Bungaya Usaba Gede. It can be rationally acceptable where the word aya means big. With the use of this facility is a typical upakara dangsil of Usaba Aya. The specificity of this as the generation / development of the nation's natural successor must preserve.

Do not become extinct just like that. Where the uniqueness of this uniqueness is an asset to our culture which in turn can all be cultivated into an asset of Bali, especially in Karangasem. And, indirectly, customary and religious activity is a tourism asset. If we grow this culture developed and preserved and we are able to pack the appropriate characteristics of the people of Bali would be a tempting travel packages. This will link travel packages Pegringsingan Tenganan Budakeling and other tourist areas.

* IB Wayan Jungutan dan I Ketut Latri Read more......